Monday, October 15, 2018

Skripsi Tentang Pelecehan Seksual Terhadap Anak

BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah

Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, karena anak merupakan generasi penerus keluarga, masyarakat dan tentunya  bangsa yang mana kondisi anak sangat berpengaruh terhadap kemajuan masa depan sebuah keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Ditangan anaklah cita-cita bangsa dipertaruhkan jika anak-anak saat ini baik maka baik juga masa depan bangsa kedepannya begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu Negara Indonesia sangat memperhatikan sekali hal-hal yang berkaitan dengan anak, ini terbukti dari banyaknya peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus tentang masalah anak.


Anak dan perempuan merupakan golongan yang sangat rentan untuk menjadi korban kekerasan, terutama anak-anak. Meningkatnya kejahatan pelecehan seksual terhadap anak ahir-ahir ini banyak menjadi sorotan dan bahan pembicaraan masyarakat luaskhususnya di Kota Pontianak. Seiring dengan  meningkatnya kejahatan pelecehan seksual terhadap anak anak dengan modus dan operanding yang beraneka ragam yang dilakukan oleh pelaku kejahatan pelecehan seksual tersebut, bahkan korban sering kali disertai dengan penganiayaan dan unsur-unsur tekanan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban agar mau menuruti kemauan oleh sipelaku kejahatan tersebut baik secara disadari maupun secara tidak disadari. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya dalam penanggulangan oleh berbagai kalangan pihak terkait baik aparat penegak hukum maupun kalangan organisasi masyarakat agar supaya kasus kejahatan pelecehan seksual terhadap anak bisa diatasi semaksimal mungkin.

Penanggulangan kejahatanpelecehan seksual terhadap anak merupakan suatu bentuk upaya yang sangat penting dan berkelanjutan serta perhatian yang serius yang harus di pahami oleh masyarakat luas karena anak-anak inilah yang kelak akan menjadi acuan sebagai penerus generasi muda untuk kedepanya khususnya di Kota Pontianak.Penanggulangan kejahatan pelecehan seksual terhadap anak itu sendiri tidak hanya dilakukan di tempat tertentu saja tetapimelainkan  bagaimana upaya penanggulangan pelecehan seksual terhadap anak  harus bisa dilakukan  juga di daerah-daerah lain juga karena kejahatan pelecehan seksual terhadap anak hampir terjadi di setiap daerah.

Mengingat kejahatan pelecehan seksual terhadap anak semakin banyak dan terus meningkat serta belum efektipnya upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya oleh berbagai kalangan tertentu serta peran masyarakat itu sendri, maka keikutsertaan para guru-guru dan orang tua serta aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian sangat diperlukan untuk menanggulangikejahatanpelecehan seksual seksual terhadap anak.Dalam hal ini orang tua harus sensitif untuk  melakukan pengawasan ekstra dan penjagaan yang efektip dalam aktivitas anak-anak terutama diluar rumah serta aktivitas di sekolah.

Dalam upaya penanggulangan kejahatan pelecehan seksual terhadap anak khususnya di Kota Pontianak, menunjukan suatu tindakan yang perlu dan penting yang harus dilakukan  secara terus-menerus sehingga kasus pelecehan seksual terhadap anak khususnya di Kota Pontianak bisa di tanggulangi didalam berbagai kalangan masyarakat luas agar generasi muda anak-anak bisa lebih mendapat perhatian yang serius demi tercapainya masa depan yang baik untuk anak-anak di Kota Pontianak kedepanya nanti.

Berdasarkan data dari Polresta Pontianak Kota kalimantan Barat menunjukan bahwa jumlah pengaduan kasus pelecehan seksual terhadap anak, pada tahun 2015 sampai dengan 2017 ada sebanyak 144 kasus. Dimana pada tahun 2015 terdapat 54 kasus dan di tahun 2016 41 kasus dan pada bulan januari sampai dengan bulan agustus 2017 ada sebanyak 49 kasus.

Dalam hal ini dapat kita lihat menunjukan bahwa pelecehan seksual terhadap anak sangat marak sekali terjadi, itu artinya masih banyak masalah kejahatan seksual yang masih belum tertangani dengan baik, dan masih banyak anak yang menjadi korban pelecehan seksual.

Berdasarkan dari data diatas, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian dan pembahasan yang mendalam bagaimana upaya penanggulangan dalam mencegah kejahatan pelecehan seksual terhadap anak untuk melakukan penelitian dan pembahasan yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang  berjudul :

“UPAYA KEPOLISIAN RESORT KOTA PONTIANAK DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI KOTA PONTIANAK”

     B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian tersebut diatas, maka penulis merumuskan permasalahannya adalah sebagai berikut :

“Bagaimana Upaya Kepolisian Resort Kota Pontianak Dalam Menanggulangi  Kejahatan Pelecehan Seksual Terhadap Anak Di Kota Pontianak?”

C.    Tujuan Penelitian

Di dalam sebuah penelitian skripsi tentunya memiliki agenda-agenda tertentuyang mengacu pada rumusan masalah di atas. Maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


  1. Untuk memperoleh data dan informasi mengenai kejahatan pelecehan seksual terhadap anak dan upaya yang dilakukan pihak kepolisian Resort Pontianak dalam menanggulangi kejahatan pelecehan seksual terhadap anak di Kota Pontianak.
  2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kejahatan pelecehan seksual terhadap anak di Kota Pontianak. Untuk mengetahui hambatan kepolisian dalam menanggulangi kejahatan pelecehan seksual terhadap anak.

 D.    Manfaat Penelitian

  1. Guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Sarjana Strata I (S-1) Ilmu Hukum pada Universitas Tanjungpura dan untuk menambah pengetahuan dan memperdalam ilmu pengetahuan hukum pidana tentang Upaya kepolisian resort kota pontianak dalam menanggulangi kejahatan pelecehan seksual terhadap anak
  2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu hukum pidana khususnya mengenaifaktor penyebabkejahatan seksual terhadap anak dan faktor hambatannya sebagai kajian hukum pidana, serta di harapkan pula penelitian ini dapat menjadi wacana/referensi sebagai sumbangan pemikiran bagi para civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak.
      E.     Kerangka Pemikiran

1.      Tinjauan pustaka

Kehadiran anak di dalam sebuah kehidupan itu merupakan karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana anak ini lah yang akan menjadi penerus dan harapan bangsa dan negara untuk melanjutkan perjuangan dana cita-cita bangsa yang leluhur guna untuk kemajuan bangsa.

Sebagai generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan perjuanagan pembangunan disegala bidang untuk kemajuan bangsa maka anak mendapatkan perhatian khusus terhadap perlindungannya guna menciptakan generasi muda yang handal, jika anak saat ini sudah banyak mendapatkan perlakuan-perlakuan pelecehan atau paksaan maka ini berdampak pada jiwa dan sikap anak itu sendiri, orang-orang yang ada di sekitarnya dan kelangsungan suatu negara khususnya negara kita Indonesia ini.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa anak mempunyai peran yang sangat besar dalam menentukan masa depan suatu negara maka dari itu anak harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua, masyarakat dan tentunya negara lewat peraturan-peraturan yang telah dibuat sehingga tidak ada lagi perlakuan pelecehan yang dilakukan terhadap anak.

Pada dasarnya di Indonesia sendiri telah banyak peraturan perundang-undangan yang memberikan pengertian tentang anak, di antaranya adalah :

Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang mana terdapat dalam pasal 1 butir 2 memberikan pengertian anak yaitu :

“ Anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 ( dua puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin.”

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia terdapat didalam pasal 1 butir 5 memberikan pengertian anak yaitu :

“ Anak adalah manusia yang berusia dibawah 18 ( delapan belas ) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 (satu)   memberikan anak yaitu :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 ( delapan belas ) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Sedangkan anak menurut kitab Undang-Undang Hukum Pidana memberikan pengertian anak pada batasan belum cukup umur tampak dalam pasal 45 yang menyatakan dalam menuntut orang yang belum cukup (minderjaring) karena melakukan perbuatan sebelum umur 16 (enam belas tahun).[1]

Setiap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak memberikan pengertian dan batasan yang berbeda-beda tentang anak, hal ini dikarenakan setiap peraturan perundang-undangan tersebut memiliki sudut pandang yang berbeda tentang anak tergantung kepentingan dari peraturan tersebut.

Kejahatan merupakan masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat itu sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma agama, norma moral hukum. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggungjawabkan aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, maka wajar bila semua pihak baik pemerintah maupun warga masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan bermasyarakat yang aman dan tentram serta jauh dari berbagai permasalahan kejahatan.

Sementara itu menurut Bonger, “setiap kejahatan bertentangan dengan kesusilaan, kesusilaan berakar dalam rasa sosial dan lebih dalam tertanam dari pada agama, kesusilaan merupakan salah satu kaidah pergaulan”[2]

Lingkungan keluarga dan masyarakat juga dapat memberikan dampak kejahatan, misalnya kemiskinan dan padatnya keluarga, kenakalan dan padatnya keluarga, dan kejahatan orang tua, perpecahan dalam keluarga kurangnya perasaan aman karena ketegangan dalam rumah, ketidak harmonisan dalam keluarga.[3]

“Secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku secara ekonomis, politis dan osial psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercantum dalam undang-undang pidana).[4]

Menurut Mulyana W. Kusumah mengemukakan kejahatan merupakan suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu sebagai perbuatan jahat dengan demikian maka si pelaku disebut sebagain penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai, maka memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan  oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu  kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua anggota dapat menerima suatu itu merupakan kejahatan berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat.[5]

W.A. Bonger mengatakan kejahatan merupakan anti sosial yang secara sadar mendapatkan reaksi dari negara berupa pemberian derita dan kemudian, sebagai reaksi-reaksi terhadap rumusan hukum (legal definition) mengenai kejahatan.[6]

Menurut M. A. Eliat kejahatan adalah “suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dalam melanggar hukum dan dapat dijatuhi hukuman. Hukuman bisa berupa hukuman penjara, hukuman mati, hukuman denda, dan lain-lain”.[7]

Sedangkan menurut Sue Titus Reid mengemukakan bahwa kejahatan merupakan suatu tindakan sengaja (omissi), dalam pengertian ini seseorang tidak hanya dapat dihukum karena pikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Dalam hal ini, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam kasus tertentu. Disamping itu pula harus ada niat jahat ( criminal intent/means rea).[8]

Penanggulangan kejahatan itu sendiri dapat dilakukan dengan uapaya sebagai berikut :


  1. Tindakan preventif yaitu usaha yang menunjukan pembinaan, pendidikan dan penyadaran terhadap masyarakat umum sebelum terjadi gejolak perbuatan kejahatan.
  2. Tindakan refresif yaitu usaha yang menunjukan upaya pemberantasan terhadap tindakan kejahatan yang sedang terjadi.[9]


Kejahatan pelecehan seksual yang selalu mengganggu keamanan dan kenyamanan sosial adalah merupakan suatu masalah besar bagi umat manusia di seluruh dunia. Kejahatan dapat dikatakan suatu perilaku manusia yang menyimpang, bertentangan dengan hukum, serta merugikan masyarakat.

Maraknya tindak kejahatan yang ada saat ini sangat membuat banyak pihak kawatir dan perlu adanya kewaspadaan yang sangat kondusif. Terutama kejahatan pelecehan seksual yang dilakukan kepada anak-anak.

Pelecehan seksual atau kekerasan dalam arti kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang alain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan. Dari penjelasan diatas, pelecehan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan orang lain. Salah satu unsur-unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang dilukai.

Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci tersinggung, dan sebagainya pada individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Pelecehan seksual bisa berupa non verbal, verbal, serta fisik dan terjadi dimana saja dan kapan saja. Dan pada umunnya para korban kejahatan pelecehan seksual itu sendiri merupakan kaum wanita khususnya anak-anak.

Meski kejadiannya dari dulu telah marak, tetapi saat ini semakin sering terdengar kasus pelecehan seksual terhadap anak.  Pelecehan seksual pada anak, membayangkannya saja sudah membuat para orang tua bergidik. Namun, hal itu adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak menyenangkan di dalam dunia yang tidak menentu ini harus dihadapi. Apalagi,  pengaruhnya atas anak-anak bisa menghancurkan psiokososial, tumbuh dan berkembangnya di masa depan. Korban pelecehan seksual adalah anak laki-laki dan perempuan berusia bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya. Sebagai orangtua, sangat mutlak harus melindungi anak di sekitarnya untuk terlindung dari bahaya pelecehan seksual pada anak.  Pendidikan seksual dan pemberian informasi tentang permasalahan pelecehan seksual tampaknya dapat mencegah perilaku pelecehan seksual.

Menurut hukum positif, pelecehan seksual adalah suatu bentuk tindakan atau percakapan seksual dimana orang dewasa mencari kepuasan dari seorang anak.[10]

Didalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pengertian dari pelecehan seksual atau kekerasan seksual dapat ditemui dalam pasal 285 dan pasal 389, di dalam pasal 285 disebutkan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya berhubungan seksual (berhubungan seksual-Pen) dengan dia, di hukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. Sedangkan Pasal 289 KUHP disebutkan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.[11]

Menurut R. Soesilo yang dimaksud dengan perbuatan cabul, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 289 KUHP, adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji yang semua ada kaitan dengan nafsu birahii kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba, raba buah dada, dan segala bentuk perbuatan cabul, persetubuhan juga termasuk dalam pengertian ini.[12]

Pelecehan seksual terhadap anak bisa terjadi dimana saja dan kapan saja seperti di sekolah, tempat bermain anak, bahkan dilingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri. Pelecehan seksual terhadap anak seringkali disertai dengan janji imbalan atau bahkan ancaman dari sipelaku baik secara langsung maupun secara tidak langsung serta bisa terjadi tanpa disadari oleh korban hal ini tergantung dari modus yang dilakukan oleh sipelaku kepada korban.

2.      Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka dan latar belakang yang telah dipaparkan menggambarkan bahwa kejahatan pelecehan seksual terhadap anak sangat memprihatinkan dan meresahkan masyarakat, disuatu sisi anak merupakan generasi penerus keluarga, suku, bangsa dan negara tetapi mengapa masih saja banyak anak yang menjadi korban kejahatan pelecehan seksual.

Kejahatan pelecehan seksual terhadap anak sangat meresahkan masyarakat ahir-ahir ini sering terjadi dimana anak menjadi korban, yang berdampak buruk pada fisik dan moral anak. Sehingga semakin maraknya kejahatan pelecehan seksual terhadap anak sekarang ini merupakan permasalahan yang sangat merugikan bagi perkembangan masa depan anak dan sumber daya manusia untuk kedepannya terutama di kota Pontianak.

Di dalam tatanan hukum indonesia perilaku penyimpangan seksual terhadap anak-anak termasuk dalam kejahatan seksual yang melanggar hukum, perilaku kejahatan seksual jelas akan merusak masa depan anak-anak yang menjadi korban kejahatan pelecehan seksual.

Dalam halnya mengenai kejahatan pelecehan seksual terhadap anak, sangat penting dilakukan berbagai upaya penanggulangan dan pencegahan dari berbagai pihak penegak hukum dan kalangan masyarakat sejak sekarang. Disamping itu anak juga harus mendapatkan perlindungan yang berupa suatu interaksi antara fenomena yang ada, dan saling mempengaruhi. Perlindungan yang baik atau buruk tergantung pada fenomena tertentu, yang relevan, dan merupakan faktor pendukung atau penghambat yang mempengaruhi adanya perlindungan anak tersebut.[13]

Upaya penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak perlu dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif. Dimana tindakan pencegahan atau preventif yaitu uasaha yang menunjukan pembinaan, pendidikan dan penyadaran  terhadap masyarakat umum  sebelum terjadinya perbuatan kejahatan pelecehan seksual terutama terhadap anak yang belum menjadi korban kejahatan seksual oleh pelaku. Kemudian dengan upaya represif merupakan suatu upaya dimana suatu kejahatan seksual tersebut sedang terjadi serta harus dilakukan penanganan yang bersifat terus menerus dan dimana upaya represif yang dilakukan meliputi sanksi pidana dan sanksi sosial kepada pelaku kejahatan seksual.

Dalam lingkungan masyarakat, dapat diupayakan upaya penanggulangan melalui pendidikan hukum ( law education ) yang dapat diajarkan sejak dini. Manusia dididik untuk menghormati dan melindungi hak-hak sesamanya, dengan cara mencegah diri dari perbuatannya yang cendrung dapat merugikan, merampas dan memperkosa hak-hak manusia lainnya.

Pendidikan hukum itu mengandung aspek preventif dan represif, dimana bagi anggota masyarakat yang belum pernah berbuat kejahatan pelecehan seksual adalah dikendalikan dan dididik agar tidak terjerumus dalam perbuatan jahat tersebut yang merugikan diri dan orang lain, sedangkan pendidikan secara represif adalah mendidik pelaku kejahatan pelecehan seksual itu sendiri agar tidak mengulangi kejahatan yang sudah pernah dilakukannya. Sehingga muncul perilaku segan dan tidak berani untuk mengulangi tindakan serupa.

F.     Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merumuskan hipotesa sebagai kesimpulan sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya, adapun hipotesa tersebut adalah sebagai berikut :

“Bahwa upaya Kepolisian Resort kota Pontianak dalam menanggulangi kejahatan pelecehan seksual terhadap anak di kota Pontianak melalui upaya preventif dan represif, yaitu dengan meningkatkan sosialisasi, pengawasan dari instansi berwajib, orang tua dan lingkungan masyarakat serta diproses sampai ke kejaksaan negeri”

G.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Empiris dengan pendekatan Deskriptis Analisis, yaitu meneliti dan menganalisis serta menggambarkan keadaan atau fakta-fakta yang terkumpul pada saat penelitian diadakan dan kemudian dan data tersebut dianalisis.

  1. Bentuk Penelitian

  • Penelitian kepustakaan (Library Research)


Penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari bahan-bahan yang bersumber dari literature, peraturan perundang-undangan, dan tulisan-tulisan yang bekaitan dengan masalah yang di teliti.


  • Penelitian lapangan(Field Research)


Penelitian lapangan yaitu penulis secara langsung turun kelapangan untuk mengamati obyek penelitian dan sekaligus mengumpulkan data serta informasi yang berhubungan dengan itu.

2.         Sumber Data

Dalam penelitian ilmu hukum data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua, yaitu:


  • Data primer


Yaitu data dasar yang diperoleh oleh penelitian dari sumber asalnya dan belum di olah dan belum diolah orang lain.


  • Data sekunder


Yaitu bahan-bahan yang erat kaitanya dengan bahan hukum primer dan membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer.[14]

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


  • Teknik komunikasi langsung


Teknik komunikasi langsung yaitu mengadakan kontak langsung dengan sumber data untuk memperoleh data yang akurat dengan cara mengadakan wawancara (Interview)langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.

  • Teknik Komunikasi tidak langsung


Teknik komunikasi tidak  langsung yaitu melakukan kontak tidak langsung dengan sumber data dengan angket (kuesioner) yang terstruktur dengan pernyataan yang disesuaikan dengan masalah yang di teliti.

4.         Cara menganalisis data

Untuk menganalisa data menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu meneliti dan menganalisis keadaan dan subjek penelitian berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dilapangan.

5.         Populasi dan Sampel


  • Populasi


‘’Ronny Hanitijo Soemitromengemukakan bahwa Populasi adalah seluruhan individu atau seluruh gejal kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti[15]. Berdasarkan pengertian diatas yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah:


  1. Pelajar.
  2. Korban.
  3. Pelaku.
  4. Orang tua.
  5. Sekolah.
  6. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalimantan Barat.
  7. Kepolisisan Resort Kota Pontianak Kota.

b.      Sampel

Sampel secara sederhana merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data penelitian. Menurut Bambang Sunggono, SH.,MS, “Sampel adalah himpunan atau sebagian dari populasi.” Sampel tak lain merupakan unit terkecil dari populasi yang berperan sebagai sumber data dari penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pusposive sampling atau penarikan sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek didasarkan pada tujuan tertentu sehingga sampel tersebut mencerminkan ciri-ciri dari populasi.Berdasarkan dari penarikan sampel tersebut, maka penulis menetapkan sumber sampel sebagai berikut:


  1. 10 (sepuluh) Orang Tua
  2. 10 (sepuluh) Pelajar
  3. 10 (sepuluh) guru
  4. 10 (sepuluh) pelaku kejahatan pelcehan seksual
  5. 10 (sepuluh) korban kejahatan pelcehan seksual
  6. 4 (empat) Pegawai Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar.
  7. 4 (Empat) Anggota dari Kepolisian Resort Kota Pontianak Kota.




Referenci 
[1]. R. Soebekti, R Tjitosubidio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pramadya Pramita, Jakarta, Tahun 1999, hal 90

[2]B. Simandjuntak, 1981 , Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung : Tarsito, Hal.71

[3]Moeljatno. 1993. Asas-asas. Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. Hal 54                                        

[4]Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni. Hal 4

[5]Mulyana W. Kusumah, Kriminologi dan masalah kejahatan (Suatu Pengantar Ringkas), Armco,   Bandung, 1984. Hal 58

[6]W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, PT Pembangunan : Jakarta, 1982 hal. 23

[7]Drs. A. Gumilang. Kriminalistik, Bandung Angkasa. Hal 4

[8]Sue Titus Reid, Crime and Criminology, New York: Holt, Renehart and Wiston, 1979 hal. 5

[9] Wahid,Abdul dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, PT. Refika Aditama, Bandung hlm 135

[10]Josh Mc. Dowell & Ed Stewart, Pelecehan Seksual,(Yokyakarta: Gloria Usaha Mulia (GUM) 2005,  Hal. 25

[11]Ismantoro Dwi Yuwono, S.H. Penerapan.2015, Hukum dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Yokyakarta : Pustaka Yustitia, hal 1

[12]Ismantoro Dwi Yuwono, S.H.,ibit.,h.1

[13]Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Sinar Grafika, 1992, Hal 28

[14]M,Samsudin, Operasionalisasi Penelitian hukum, PT. Raja grafindo persada, 2007 hal 96

[15]Ronny hanitijo Soemitro, 1993.Metode Penelitian Hukum dan Jumetri.Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.47

1 comment:

Sss said...

Mksh kk infonya??